SINOPSIS HWAYUGI EPISODE 9 PART 2


Malam itu, dua orang anak yang dilihat Jin Seon Mi di bank kini sedang berada di rumahnya. Adiknya mengeluh kalau ia sedang lapar. Sang kakak menyuruhnya untuk menahannya dan tidak berisik. Tiba-tiba, mobil ambulance mainan yang dimainkan adiknya berbunyi. Sang kakak segera menyembunyikan mobil mainan itu dalam bajunya agar suaranya tidak terdengar jelas.
“Sudah kubilang jangan berisik!” bentak ayah mereka yang sedang mabuk.

Ayah lalu meraih tongkat dan siap memukuli anak-anaknya. Sang kakak menyuruh adiknya sembunyi di kamar, sementara ia mendapat siksaan dari ayahnya. Adiknya yang sembunyi di dalam kamar menangis seorang diri sambil memanggil-manggil kakaknya dengan lirih. Ia melihat sebuah buku dongeng terbuka di hadapannya.

Seekor Harimau beringas mengejar gadis kecil itu dan kakaknya. Kedua anak tersebut memohon bantuan. Pada saat itu, seutas tali tambang terjulur dari Langit. Kedua anak berpegangan pada tali tambang dan naik ke Langit.”


Sebuah tambang tiba-tiba menjulur dari  langit di depan jendela kamar tempat gadis itu sembunyi. Gadis itu pun terpikat untuk berpegangan pada tambang itu.

Sang Kakak yang wajahnya sudah lebam-lebam akibat dipukili ayahnya masuk ke kamar untuk mencari adiknya, namun adiknya sudah tidak ada di dalam kamar itu. Sang Kakak terus memanggil-manggil adiknya, “Soo Jeong-ah! Lee Soo Jeong! Soo Jeong-ah!”


Tali tambang yang sebelumnya menjulur dari langit, kini terjulur kembali. Namun tak lama kemudian, tali tambang itu menghilang kembali. Buku cerita yang tadi dibaca Lee Soo Jeong tiba-tiba mengeluarkan cahaya.


Seorang wanita iblis tengah menutup buku dongeng yang sama dengan buku dongeng yang dibaca Lee Soo Jeong tadi. Ia mendekap buku dongeng itu dengan erat dan menyimpannya dengan hati-hati pada rak buku miliknya.


Tetua Soo Bo Ri sedang berbincang dengan Woo Ma Wang banyaknya jiwa anak-anak yang tiba-tiba menghilang.
“Hm... kurasa ada Iblis jahat yang mencuri jiwa anak-anak itu,” kata Woo Ma Wang.

Tetua Soo Bo Ri juga berpikir demikian, makanya ia ingin meminta bantuan Woo Ma Wang untuk mengurusnya, tapi Tetua Soo Bo Ri takut kalau Woo Ma Wang akan keberatan. Woo Ma Wang bertanya memangnya kenapa. Ia lalu terdiam sejenak, “Jangan bilang kau khawatir kalau Iblis itu adalah Na Chal Nyeo?” tanya Woo Ma Wang dengan nada sedikit marah.
“Na Chal Nyeo juga Iblis jahat yang memakan jiwa anak-anak, 'kan?”
“Dia sudah tertangkap dan sedang menjalani hukuman untuk itu, 'kan?”
“Aku juga tahu. Untungnya bukan Na Chal Nyeo. Tapi aku hanya khawatir kalau hal ini dapat mengingatkan Ma Wang pada insiden itu.”
“Kalau kau khawatir soal itu, maka saat aku menangkap Iblis ini, pastikan memberiku banyak poin!” kata Woo Ma Wang yang kemudian berlalu pergi.


Tetua Soo Bo Ri berkomentar kalau Woo Ma Wang tiba-tiba jadi naik pitam setelah membahas Na Chal Nyeo. Tetua Soo Bo Ri lalu meminta isi ulang teh lagi pada Ma Ji Young. Ma Ji Young mengatakan tehnya sudah tidak ada lagi, lagipula ia tidak berniat memberikannya lagi pada Tetua Soo Bo Ri. Ma Ji Young menyuruh Tetua Soo Bo Ri untuk cepat pergi saja.

Tetua Soo Bo Ri mengomentari kalau Ma Ji Young itu sudah seperti anjing yang sangat setia, bahkan anjing terkenal Patrasche (*tokoh Dog of Flanders) mungkin tidak seloyal dia.


Dua Pria pengubur Bu Ja melaporkan soal keberadaan Bu Ja pada Kang Dae Sung.
“Jadi, Jung Se Ra masih hidup, dia kehilangan ingatan akibat kecelakaan itu, dan saat ini menjadi trainee di Lucifer Entertainment?” tanya Kang Dae Sung setelah ia melihat-lihat foto-foto Bu Ja yang diberikan dua pria itu.
“Maaf kami tidak memberi tahu Anda lebih awal kalau gadis itu menghilang,” kata si pria berkepala botak.
“Hm, tidak masalah. Aku yakin kalian berdua pasti sangat terkejut saat tubuhnya menghilang. Omong-omong, apa yang terjadi pada hari itu hanya kesalahan, 'kan? Kalian sudah bekerja keras. Tidak ada lagi alasan kita perlu bertemu di masa mendatang,” kata Kang Dae Sung.


Dua Pria pengubur Bu Ja itu, kini berada di dalam mobil mereka. Mereka bersyukur karena Kang Dae Sung tidak meminta mereka mengembalikan uangnya. Mereka memuji Kang Dae Sung yang berbeda karena berpendidikan tinggi. Si Pria botak berpikiran kalau ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia menyarankan agar mereka sembunyi dulu saja dalam beberapa waktu.


Kang Dae Sung menyuruh sekretarisnya untuk memastikan ia tak bisa bertemu lagi dengan dua pria tadi. Kang Dae Sung benar-benar tak habis pikir, Jung Se Ra bisa benar-benar selamat, padahal jelas-jelas dia sudah mati. Ia bertanya-tanya apa ia salah mengira, dia sudah mati karena pengaruh minuman. Sekretarisnya menanyakan apa yang akan Kang Dae Sung lakukan kepada gadis itu. Kang Dae Sung berpikir ia akan mengawasinya lebih lama dulu.


Gadis yang akan diawasi Kang Dae Sung, sekarang ternyata sedang bersantai di dalam bak kamar mandi.
“Oi, kau pikir ini ranjangmu?” tegur Son O Gong pada Bu Ja.
“Kenapa kau selalu ke sini dan berbaring di situ?” tanya Son O Gong.
“Ini lebih nyaman dibandingkan beranda.”
Bathtub ini tidak dibuat untuk tempat relaksasimu. Cepat keluar dari situ!” perintah Son O Gong.
“Tidak mau.”
“Tidak mau? Kau ini! Oh, tetaplah di situ. Aku hanya perlu menuangkan air panas ke dalamnya.”


Bu Ja langsung berdiri dengan secepat kilat setelah mendengarnya. Ia berkomentar itulah kenapa, karena Son O Gong jahat seperti ini, makanya Sam Jang Unnie tidak menyukai Son O Gong.
“Siapa bilang Sam Jang tidak menyukaiku?” tanya Son O Gong, tak terima.
“Aku... hanya tahu saja,” jawab Bu Ja
“Zombie memangnya tahu apa!?”
“Aku terbangun dari darahnya Sam Jang. Tetua Soo Boo Ri mengatakan aku terhubung dengan Unnie.”
“Begitu? Berarti, kau juga tahu bagaimana perasaan Sam Jang?”
“Mungkin. Karena kami terhubung.”


Son O Gong kemudian menyuruh Bu Ja mendekat padanya dan menatapnya. Ia bertanya apa yang Bu Ja pikirkan saat menatapnya.
Bu Ja berpikir sejenak sambil memandangi Son O Gong. “Son O Gong-nim, kau kelihatan tampan,” jawab Bu Ja.
“Aku tahu, aku tahu. Tapi aku tidak ingin tahu pendapatmu, aku ingin tahu yang Sam Jang pikirkan.”
Bu Ja berpikir lagi.
“Kau... tidak tahu, 'kan?” tanya Son O Gong.


Bu Ja tersenyum karena merasa malu. “Maafkan aku,” kata Bu Ja.
“Ya, ya, hal semacam itu bisa terjadi. Duduklah. Duduk saja di sana. Mana air panasnya? Aku akan merebusmu saja.”
“Unnie menyukaimu,” kata Bu Ja tiba-tiba, “Unnie menyukai Son O Gong-nim. Hanya dengan melihatnya, aku bisa tahu.”
“Zombie, kau sedang menipuku karena tidak ingin direbus, 'kan?”
“Kalau aku berubah jadi Zombie rebus, Unnie akan sedih. Kalau Unnie sedih, bukankah Son O Gong-nim juga ikut sedih? Kalian berdua kan juga sama-sama terhubung.”
Bu Ja lalu menyatukan kedua telunjuknya dan menunjuk gelang Geum Gang Go di tangan Son O Gong.
“Bahkan Zombie bisa tumbuh dewasa juga. Kau selamat dari menjadi Zombie rebus.”
“Tolong sekalian matikan lampunya saat kau pergi!” perintah Bu Ja, seenaknya. Son O Gong jadi kesal dibuatnya, tapi ujung-ujungnya ia menuruti perintah Bu Ja juga.


Son O Gong keluar dari kamar mandi dan berpapasan dengan Woo Ma Wang yang akan menuju ke kamar mandi juga.
“Mandi saja di lantai dua! Zombie sedang tidur di bathub kamar mandi lantai bawah!” perintah Son O Gong.
Woo Ma Wang mendesah, “Aku menuangkan begitu banyak energi untuk bathtub itu, tapi malah jadi peti mati Zombie. Kenapa juga kau membawa Zombie masuk padahal tidak becus mengurusnya?”
“Aku sudah mengatakan dengan jelas padamu, kau bisa membakarnya. Tapi yang membuatnya tetap segar dengan berdiam di kulkas adalah kau, Ma Wang.”
“Hei, bagaimana mungkin aku membakar seorang anak yang sudah terlanjur kurawat? Kau tidak punya rasa tanggung jawab maupun empati. Dasar berandal.”
“Kenapa kau menyalahkanku selagi berakting sebagai pria baik? Kalau kau merasa terganggu olehnya, ya sudah buang saja dia.”
“Aku tidak sama sepertimu yang membuang sesuatu hanya karena menjengkelkan.”
“Oh, begitukah? Kalau begitu katakan sekali lagi, bagaimana bisa pria yang memiliki rasa tanggung jawab tinggi, meninggalkan Na Chal Nyeo dalam keadaan seperti itu?“


Woo Ma Wang jadi membisu setelah Son O Gong menyebut soal Na Chal Nyeo. Son O Gong menyadari kalau Woo Ma Wang jadi terluka hatinya gara-gara ucapannya. Ia lalu mulai mengalihkan pembicaraan, “Ma Wang, aku akan mengajak Zombie main di beranda. Mandilah!”
“Tak usah.”
Woo Ma Wang akhirnya duduk sendiri sambil meminum alkohol untuk menenangkan pikirannya. Son O Gong melihatnya dari kejauhan.


Son O Gong kini ada di Sureumdong sambil memikirkan ia seharusnya tidak menyinggung soal Na Chal Nyeo di depan Woo Ma Wang tadi.


Akhirnya, sebagai tanda rasa bersalahnya pada Woo Ma Wang, Son O Gong memberikan salah satu koleksi minumannya untuk Woo Ma Wang.
“Ma Wang, ini alkohol dari keseluruhan koleksiku di Sureumdong yang... Yah, walaupun bukanlah yang paling berharga, tapi tetap saja ini sangat berharga. Karena kita bertengkar tidak penting soal Zombie, Na Chal Nyeo tak sengaja kusebut. Karena sudah seperti ini, apa kubuang saja Zombie sekarang?”
“Tidak usah. Jangan salahkan Bu Ja. Kalau kau merasa sangat bersalah, bekerja keraslah mengumpulkan poin, sehingga aku bisa segera menjadi Dewa.”
“Benar. Kau harus segera menjadi Dewa agar bisa menyelamatkan Na Chal Nyeo.”
“Dia bukan hanya Na Chal Nyeo, dulunya dia Dewi. Akulah yang mengubahnya menjadi monster Na Chal Nyeo. Karena dia bertemu denganku, takdirnya berubah.”
“Yah. Kenapa juga seorang Dewi mengencanimu!?”
“Ada wanita lain yang juga tidak seberuntung dia. Seseorang yang takdirnya berubah setelah bertemu denganmu. Sam Jang. Alasan Jin Seon Mi menjadi Sam Jang tak lain adalah kesalahanmu, 'kan?”
“Tapi karena itu juga aku memakai Geum Gang Go dan melindungi dia di sisinya, 'kan?”
“Sam Jang bilang harapannya adalah menjadi manusia normal. Dia memakaikan Geum Gang Go padamu dan menangkap Iblis jahat denganmu. Daripada menjadi Sam Jang yang dapat memanggil Son O Gong, dia ingin menjadi manusia normal yang dapat menikah dan memiliki anak. Tapi kau membuatnya mustahil untuk dapat hidup seperti itu dengan mengubahnya menjadi Sam Jang. Sebab itu, jangan pernah menertawakanku! Kau juga pria yang sangat jahat. Renungkan itu!” nasehat Woo Ma Wang.
“Aih, kau bahkan tidak bisa menenangkan diri dengan alkohol karena tidak diperbolehkan minum.  Iya, 'kan?” ledek Woo Ma Wang pada Son O Gong.
Son O Gong jadi terus memikirkan perkataan Woo Ma Wang soal harapan Jin Seon Mi yang ingin hidup sebagai manusia normal.


Lee Han Ju berterima kasih pada Jin Seon Mi, karena sudah bersedia menjaga anak-anaknya kemarin. Sebagai tanda terima kasihnya, Lee Han Ju memberikan kupon makan camilan di sebuah kedai pada Jin Seon Mi.
“Aku tidak membelinya. Aku memenangkan hadiah. Kudengar makanan di sana enak. Silakan gunakan!” kata Lee Han Ju.
“Tidak usah. Kau saja yang pergi dan makan bersama keluargamu.”
“Lebih sulit kalau mengajak anak-anak makan di luar. Selain itu, anak-anakku hanya memakan tteokbokki buatanku.”
“Aku jadi iri.”
“Dengan Tteokbokki-ku?” tanya Lee Han Ju.
“Aku iri pada orang-orang yang menikmati kehidupan keluarga normal sepertimu.”
“Kenapa harus merasa iri? Presdir juga bisa berkencan dengan seseorang dan menikahi dia sesudahnya. Kenapa kau tidak bisa melakukannya?”
“Kehidupan seperti itu terlalu sulit untukku.”
“Kenapa sulit? Kenapa tidak ajak saja seorang pria untuk makan tteokbokki dengan Anda?” tanya Lee Han Ju.
“Haruskah aku mencobanya? Aku jadi gugup,” kata Jin Seon Mi.

Lee Han Ju lalu menawarkan untuk menelepon seseorang untuk menemani Jin Seon Mi. Jin Seon Mi bergumam dengan malu-malu, Lee Han Ju seharusnya tak perlu sampai menelepon dia segala. (Dipikirnya yang mau ditelepon Lee Han Ju itu Son O Gong, ya? Padahal... )


Di luar ruangan kerja Jin Seon Mi, Lee Han Ju hendak menelepon Jonathan. Namun, belum sempat ia meneleponnya, ia tiba-tiba kaget sendiri saat melihat Son O Gong sudah ada di belakang punggungnya tanpa ia sadari.
“Kau memasak tteobokki untuk anak-anakmu? Nomor siapa yang akan kau hubungi itu?” tanya Son O Gong.
“Tidak, kok,” jawab Lee Han Ju, gugup.
“Jangan bilang kau menelepon orang lain? Tidak, 'kan?”


Jin Seon Mi tiba-tiba keluar dari ruangannya dan menemukan Son O Gong sudah ada di luar ruangannya bersama Lee Han Ju.
“Kau sudah datang?” tanya Jin Seon Mi pada Son O Gong.
“Ya. Tepat saat dia akan meneleponku untuk makan tteokbokki bersamamu, aku sampai,” jawab Son O Gong.
“Kalau begitu, kau akan pergi bersamaku makan tteokbokki?” tanya Jin Seon Mi.
“Tentu saja.”
“Baiklah, aku akan mengambil mantelku dulu.”


Lee Han Ju diam-diam memasang wajah tidak suka karena Jin Seon Mi akan jalan bersama Son O Gong bukannya dengan Jonathan. Son O Gong lalu menatap tajam ke arah Lee Han Ju. Lee Han Ju ketakutan, ia tak bisa mengelak lagi, ia akhirnya mengakui kalau ia memang hendak menelepon Jonathan.

“Benar. Benar. Benar. Aku mau menelepon Jonathan. Aku akan melakukannya. Lalu kau mau apa? Hanya karena itu tak lantas kau berhak memelototiku begitu, 'kan?”
“Apanya yang perlu dirasa iri, coba?” tanya Son O Gong.
“Apa?”
“Wanita itu bilang dia iri atas hidupmu yang biasa-biasa saja.”
“Sekretaris Son juga merasa iri dengan hidupku yang biasa-biasa ini, kan?” tanya Lee Han Ju.
“Tidak. Tidak sama sekali. Tak akan.”
“Kalau begitu, kau harus melepaskan wanita itu. Kau tidak akan pernah bisa membuat dia bahagia.”

Son O Gong langsung menatap tajam kembali pada Lee Han Ju. Saking takutnya, Lee Han Ju lalu pura-pura kalau perutnya sedang sakit dan pergi meninggalkan Son O Gong.


Jin Seon Mi dan Son O Gong mengunjungi kedai tteokbokki. Jin Seon Mi mengomentari tteokbokki yang dipesannya kelihatan pedas. Ia berpikir semestinya ia pesan yang tidak pedas satu. Son O Gong mengatakan kalau orang-orang bilang itu adalah tteokbokki yang paling enak. Saat itu, Jin Seon Mi jadi merasa aneh saat ia membicarakan tentang tteokbokki dengan Son O Gong dan bukannya membicarakan soal Iblis jahat.

“Bukankah ini yang ingin kau lakukan?” tanya Son O Gong, “menjalani kehidupan normal seperti ini.”
“Kau benar. Aku menyukainya,” jawab Jin Seon Mi.
“Kau menyukainya?”
“Ya.”
“Kalau begitu, mari terus seperti ini!" kata Son O Gong. Ia lalu mengomentari soal tteokbokki, "Ini kelihatannya terlalu pedas buatku. Sana pesankan yang tidak pedas satu untukku!” perintah Son O Gong.
“Kau yang membelinya, katamu ini yang kelihatan paling lezat."

Son O Gong beralasan sebenarnya ia bisa langsung menukar tteokbokki-nya dengan tteokbokki  yang ada di meja pelanggan sebelahnya, tapi Son O Gong tidak mau melakukannya karena mereka sedang berakting menjadi manusia normal. Son O Gong lalu menyuruh Jin Seon Mi untuk memesankan lagi tteokbokki yang tidak pedas untuknya.


Selesai makan tteokbokki, Son O Gong dan Jin Seon Mi berjalan berdua tanpa ada tujuan. Jin Seon Mi bertanya pada Son O Gong sebenarnya mereka akan pergi ke mana. Son O Gong menjawab, mereka hanya akan berjalan saja seperti yang dilakukan orang lain.
“Jadi, kita hanya jalan seperti ini terus?” tanya Jin Seon Mi.
“Oh.”


Son O Gong melihat semua orang berjalan sambil memegang handphone-nya masing-masing. Ia lalu menyuruh Jin Seon Mi berjalan sambil memegang handphone juga. Jin Seon Mi pun menurutinya. Son O Gong tiba-tiba memegang tangan Jin Seon Mi hingga membuat Jin Seon Mi terkejut dan langsung menatap Son O Gong.

“Semua orang berjalan seperti ini. Kenapa kau menatapku? Kau seharusnya menatap ponselmu seperti orang normal,” kata Son O Gong.

Jin Seon Mi tersenyum mendengarnya, apalagi Son O Gong memasukkan tangannya yang menggengam Jin Seon Mi ke saku mantelnya, Jin Seon Mi tentu lebih bahagia lagi. Mereka pun berjalan berdua sambil bergandengan tangan. (Ciee)


Son O Gong akhirnya mengantar Jin Seon Mi pulang ke rumahnya. Son O Gong menyuruh Jin Seon Mi membuat keputusan sekarang, situasi apa yang mereka hadapi saat ini di antara situasi-situasi normal yang ada. Seorang teman yang datang bermain, lalu pulang. Anggota keluarga yang datang makan, lalu pulang. Kekasih yang datang menginap, lalu pulang.

“Jangan coba-coba menggodaku, ya!” kata Jin Seon Mi.
“Ya, aku sedang menggodamu. Tapi aku jadi penasaran karena melakukannya.”
“Apa?”
“Jika kita melupakan situasi pemilik dan budak Geum Gang Go, apa tepatnya situasi antara kita? Jika kau bukan Sam Jang, kau tidak memiliki alasan memanggilku, Sang Dewa Agung. Jika bakat istimewamu lenyap, aku akan menghilang dari sisimu. Apa kau sungguh akan baik-baik saja? Meskipun begitu, kau menginginkannya (menjadi manusia normal)?” tanya Son O Gong.
Jin Seon Mi hanya diam saja tak menjawab sepatah katapun. Son O Gong akhirnya pamit pergi tanpa mendapatkan jawaban dari Jin Seon Mi.


Di Sureumdong, Son O Gong memikirkan ekspresi Jin Seon Mi yang diam saja saat ia menanyakan jika Jin Seon Mi bukanlah Sam Jang dan Son O Gong tak ada di sisi Jin Seon Mi, apa Jin Seon Mi tak apa-apa. Son O Gong berpikir, apa Jin Seon Mi sungguh akan baik-baik saja tanpanya.


Jin Seon Mi mengunjungi Ha Seon Nyeo untuk menanyakan apakah mungkin seorang manusia memiliki belahan jiwa seorang monster. Ha Seon Nyeo menjawab kalau itu tidak mungkin.
“Tidak pernahkah hal seperti itu terjadi?” tanya Jin Seon Mi.
“Tidak. Aku belum pernah melihat manusia menikahi seorang monster dan dapat hidup bahagia selamanya.”
“Kudengar ada seorang manusia menemukan belahan jiwanya yang seorang monster. Mereka ditakdirkan oleh Sam Shin Halmeoni. Itu yang kudengar.”
“Dari mana kau mendengarnya?” tanya Ha Seon Nyeo.
“Dari cucu pedagang itu. Apa ya... dia menyebutnya, Aeryong? Katanya benda itu berbunyi.”
“Ah, begitu? Kurasa Sam Shin Halmeoni melakukan kesalahan.”
“Meski begitu, hal tersebut bisa menjadi takdir karena sudah diputuskan demikian adanya, 'kan? Tidak akan berubah, 'kan?” tanya Jin Seon Mi, maksa.
“Takdir seperti itu tidak dapat berubah. Takdir kelahiran dan kematian tidak akan dapat diubah.”
Jin Seon Mi tersenyum mendengarnya, “Begitu rupanya. Syukurlah.” Sementara itu, Ha Seon Nyeo menatapnya dengan tatapan khawatir.


Seorang anak laki-laki tengah duduk sendiri di taman bermain dalam cuaca malam yang dingin. Dia menggigil dan merasa kelaparan. 

Di tempat lain, seorang wanita iblis tengah membacakan sebuah cerita tentang seorang anak yang kelaparan yang merupakan kisah “Hansel dan Gretel”.

Seorang anak yang kelaparan terkejut ketika menemukan makanan di hadapannya.”


Anak laki-laki yang tadi mengeluh kelaparan tiba-tiba melihat ada banyak biskuit di hadapannya. Ia pun mengambilnya satu per satu dan memakannya.

Anak itu mengikuti jalan yang ditunjukkan makanan tersebut. Kemudian, mereka menemukan sebuah rumah yang seluruhnya terbuat dari gula-gula. Anak-anak masuk ke dalam rumah itu dan hidup bahagia tanpa pernah kelaparan lagi.”


Wanita iblis lalu menutup buku Hansel dan Gretel yang sudah selesai dibacanya.


Polisi datang ke taman bermain anak-anak setelah mendapat laporan ada seorang anak laki-laki yang meninggal dunia di sana. Warga pun ikut berkerumun di sana. Mereka bertanya-tanya kenapa insiden seperti ini terus terjadi di kota mereka. Mereka berpikir apakah mungkin ini semua perbuatannya hantu.


Wanita iblis pengambil jiwa anak-anak menyimpan buku “Hansel dan Gretel” di rak bukunya dengan hati-hati. Dia berkata kalau anak itu akan bahagia di dalam buku itu. Wanita iblis kemudian melihat buku yang terakhir kali ia baca, kini terbuka di atas mejanya. Ia bergumam, “Anak yang kubawa masuk terakhir kali kabur dari dalam buku. Apa dia merindukan kakaknya sehingga kabur?”


Dan benar saja... Arwah gadis dalam buku itu sekarang sedang memandangi kakaknya yang sedang menangisi foto dirinya sambil memeluk fotonya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW DRAMA KOREA BLACK: Tragedi Keserakahan Manusia

MENYUSUN MISTERI ALUR HITAM DRAMA KOREA BLACK

SINOPSIS HWAYUGI EPISODE 7 PART 1

SINOPSIS HWAYUGI EPISODE 10 PART 1

SINOPSIS HWAYUGI EPISODE 1 PART 1

SINOPSIS HWAYUGI EPISODE 5 PART 2

SINOPSIS HWAYUGI EPISODE 9 PART 1

SINOPSIS HWAYUGI EPISODE 6 PART 2